INFOBANGKAID - Penolakan terhadap kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) terus berlanjut di berbagai ruang publik sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024.
Peraturan ini mengubah cakupan peserta Tapera yang sebelumnya hanya pegawai negeri sipil (PNS) menjadi lebih luas, termasuk pegawai swasta, BUMN, BUMD, BUMDes, TNI/Polri, dan pekerja mandiri.
Beban iuran sebesar 3 persen harus ditanggung bersama oleh pekerja dan perusahaan, di mana 2,5 persen ditanggung oleh pekerja dan 0,5 persen oleh perusahaan. Iuran ini bersifat wajib dan akan dikelola oleh Badan Pengelola (BP Tapera).
Pekerja menolak keras karena gaji mereka akan berkurang 2,5 persen, sedangkan pengusaha keberatan dengan kontribusi 0,5 persen yang harus mereka bayarkan. Penolakan ini juga didasarkan pada beban tambahan di tengah kewajiban membayar pajak penghasilan, jaminan kesehatan, dan jaminan ketenagakerjaan.
Selain itu, pekerja juga mengkritik bahwa tidak semua peserta Tapera dapat menikmati manfaat pembiayaan perumahan, yang terbatas pada masyarakat berpenghasilan rendah dengan gaji maksimal Rp8 juta per bulan dan belum memiliki rumah.
Baca Juga: Apa Keuntungan Dari Tapera dan BPJS Padahal Sama Memangkas Gaji
Sebaliknya, peserta yang sudah memiliki rumah atau berpenghasilan di atas Rp8 juta hanya bisa mendapatkan pembiayaan untuk renovasi rumah atau pengembalian simpanan pokok beserta hasil pemupukannya setelah masa kepesertaan berakhir.
Sebelum Tapera, ada skema Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Taperum-PNS) yang diatur oleh Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1993. Taperum-PNS mengharuskan potongan gaji PNS golongan I–IV untuk dana tabungan perumahan, yang besarnya antara Rp3.000 hingga Rp10.000 per bulan.
Pada 2020, Taperum-PNS dilebur menjadi BP Tapera sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2016. Peralihan ini meningkatkan manfaat bagi peserta, yang kini bisa mendapatkan pengembalian tabungan pokok beserta hasil pemupukannya.
Sejak peralihan ini, BP Tapera belum membuka penarikan simpanan kepesertaan baru. Menurut Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, lembaganya masih melakukan pembenahan tata kelola untuk membangun kepercayaan masyarakat. Hingga saat ini, BP Tapera hanya mengelola dana dari APBN untuk fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dan dana Tapera dari eks peserta Bapertarum-PNS.
Regulasi beban iuran Tapera untuk ASN dan pekerja dengan gaji dari APBN/APBD akan diatur oleh Menteri Keuangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, sedangkan untuk pekerja swasta, BUMN/BUMD/BUMDes akan diatur oleh Menteri Ketenagakerjaan.
Pekerja mandiri akan diatur langsung oleh BP Tapera. Penyetoran simpanan Tapera masih menunggu penetapan peraturan menteri, sehingga pemotongan belum dilakukan. Perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya paling lambat 2027.
Penolakan terhadap kebijakan ini menunjukkan perlunya evaluasi dan dialog lebih lanjut antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha untuk mencari solusi yang lebih adil dan dapat diterima oleh semua pihak. (*)