Hanya Orang Bodoh Anggap Ekonomi Sekarang Baik Baik Saja?

- 20 Juni 2024, 17:45 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani /ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/

INFOBANGKAID - Pernyataan bahwa ekonomi Indonesia saat ini baik-baik saja dianggap tidak berdasar dan bahkan menunjukkan ketidakpahaman terhadap kondisi ekonomi global dan domestik. Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani menegaskan bahwa proyeksi ekonomi dunia diperkirakan masih suram hingga tahun depan. Ia mengingatkan akan besarnya tantangan serta berbagai risiko ekonomi global yang mungkin terjadi hingga 2025.

“Kami sudah sampaikan bahwa lingkungan global masih dinamis dan tantangannya makin tinggi,” ungkap Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Kamis (13/6/2024).

Tantangan Ekonomi Global

Sri Mulyani mengidentifikasi enam tantangan besar yang harus dihadapi dunia ke depan, yaitu suku bunga tinggi, restriksi perdagangan yang semakin ketat, volatilitas harga komoditas, ketegangan geopolitik, mulai menuanya populasi dunia, serta dampak buruk perubahan iklim.

“Kita melihat geopolitik yang menyebabkan perubahan besar dan bahkan membuat tatanan ekonomi baru, no body knows. Restriksi perdagangan baru yang muncul pada 2021 melonjak. Pada 2023 ada 3.000 trade restriction diberlakukan dan nilainya tidak main-main,” ujar Sri Mulyani.

Tantangan Ekonomi Domestik

Di dalam negeri, ekonomi Indonesia mulai mengalami tantangan serupa. Nilai tukar rupiah serta tingginya suku bunga saat ini membuat ekonomi Indonesia dalam ancaman. Bila kondisi ini berlanjut, berbagai dampak buruk bisa menghantam Indonesia, mulai dari ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga melemahnya daya beli.

Data ekonomi saat ini menunjukkan kecemasan berbagai pihak. Harga barang yang terus naik di tengah daya beli masyarakat yang tidak optimal semakin memperparah keadaan.

Tekanan Nilai Tukar dan Kenaikan Suku Bunga

Indeks dolar Amerika Serikat (AS) (DXY) mengalami kenaikan, dari 103 pada Maret 2024 menjadi 106 pada April 2024, atau naik 2,91%. Hal ini memberikan tekanan pada rupiah, yang melemah dari Rp15.575/US$ pada Maret 2024 menjadi Rp16.250/US$ pada April 2024. Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyampaikan bahwa pelemahan rupiah sejak Desember 2023 mencapai 4,93%.

Destry optimis bahwa rupiah akan kembali menguat. “Ke depan BI perkirakan nilai tukar rupiah akan tetap stabil dengan kecenderungan menguat,” tegas Destry.

Namun, suku bunga acuan yang tinggi menambah beban. Pada 23-24 April 2024, BI menaikkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25%. Kenaikan suku bunga ini dapat membuat kredit semakin mahal, menghambat ekspansi bisnis dan pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan Kredit Menurun

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit perbankan menurun. Pada Maret 2024, kredit perbankan tumbuh 12,40% yoy, namun angka ini lebih rendah dibandingkan Januari yang tumbuh 11,83% yoy. Jenis pembiayaan untuk rumah tangga mengalami kemunduran, dengan kredit multi guna dan kredit kendaraan bermotor yang menurun.

Harga Pangan Melonjak

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan sebesar 2,84% yoy pada Mei 2024. Meskipun terdapat deflasi bulanan sebesar 0,03% mtm, harga pangan tetap menjadi perhatian utama. Harga beras terus melonjak sejak Agustus 2022, dengan beras premium dan medium yang mencapai harga tertinggi hingga Rp16.500 per kg dan Rp14.500 per kg masing-masing pada April 2024.

Pemerintah terus melakukan intervensi harga dan stabilisasi pasokan untuk menjaga akses pangan pokok masyarakat.

Dengan tantangan global dan domestik yang terus meningkat, pernyataan bahwa ekonomi Indonesia baik-baik saja adalah keliru. Pemerintah dan berbagai lembaga terkait harus terus bekerja keras untuk menghadapi tantangan ini guna memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. (*)

Editor: Try Sutrisno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah